Liputan6.com, Jakarta – Wisatawan berbondong-bondong menginap di hotel yang dulunya adalah bekas kamp liburan Adolf Hitler. Akomodasi itu dibanderol seharga 100 euro per malam atau sekitar Rp1,6 juta.
Dilansir dari Daily Star, Senin (25/9/2023), penginapan liburan pemimpin Nazi yang bernama Prora Solitaire Apartments & Spa itu berlokasi di Laut Baltik, tepatnya di Prora, Pulau Rugen, Jerman. Fasilitasnya mewah dan sejauh ini, akomodasi itu mendapat banyak ulasan positif dari wisatawan yang mengunjunginya.
Salah satunya adalah seorang wisatawan Inggris. Ia meninggalkan ulasan tentang Prora Solitaire Apartments & Spa di laman TripAdvisor. “Jika Anda ingin menginap di kamp liburan sebelum perang, Anda bisa!” tulis wisatawan tersebut.
Yang lain menambahkan, “Kami bersenang-senang sebagai sebuah keluarga di Rugen. Gedung KDF telah dipugar secara besar-besaran dan berlokasi sempurna di pusat kota untuk berbagai perjalanan sehari. Ada tempat makan enak (toko burger) dan toko roti enak yang buka setiap hari.”
Sebelum menjadi sebuah penginapan, bangunan itu rencananya akan dijadikan tempat rekreasi dan indoktrinasi paham Nazi. Adolf Hitler memerintahkan pembangunan kompleks beton raksasa tersebut untuk menampung 20.000 tentara Nazi sebagai jawaban Fuhrer terhadap Butlin. Pembangun dimulai pada 1936, namun terpaksa dihentikan seiring pecahnya Perang Dunia II pada 1939.
“Dibangun pada tahun 1930-an dan kemudian ditinggalkan, ini adalah bagian Gedung Prora yang baru diubah, sebuah bangunan besar sepanjang 8 km di pantai timur pulau Rugen di Baltik,” tulis seorang tamu di laman TripAdvisor.
Tempat Bersejarah
Tamu lain juga menambahkan: “Secara keseluruhan bagus. Apartemen yang luar biasa indah dengan pemandangan air. Seluruh kompleks dan apartemen sangat terawat dan bersih.”
Hitler berencana memberikan hari libur yang terjangkau bagi para pekerja sebagai bagian dari proyek Strength Through Joy (Kraft durch Freude). Setelah perang, kompleks ini digunakan sebagai pangkalan militer oleh Tentara Merah dan selanjutnya oleh pasukan militer Jerman Timur.
Situs ini merupakan salah satu peninggalan Nazi terbesar yang tersisa di Jerman dan secara resmi terdaftar pada 1994. Katja Lucke yang merupakan seorang kepala sejarawan di museum swasta di situs tersebut, mengatakan, “Ini adalah tempat di mana 20.000 orang dipersiapkan untuk bekerja dan berperang.”
Dia menambahkan bahwa keterangan saksi menunjukkan antara 500 dan 600 orang pekerja paksa bekerja di kompleks tersebut. Berdasarkan sejarah, para pekerja paksa itu mayoritas adalah kaum Yahudi yang ditangkap oleh pasukan Nazi.
Gedung Tempat Kelahiran Adolf Hitler
Selain kamp liburan, peninggalan Nazi lainnya adalah sebuah gedung tempat kelahiran Adolf Hitler di Austria. Dilansir dari kanal Global Liputan6.com, gedung tersebut rencananya akan dipergunakan sebagai pusat pelatihan HAM polisi.
Pemerintah membeli gedung di Kota Braunau am Inn dekat perbatasan Jerman itu pada 2016, setelah perselisihan yang panjang, berdasarkan compulsory purchase order. Artinya, pemerintah memungkinkan badan tertentu memperoleh properti tanpa persetujuan pemiliknya.
Adolf Hitler lahir di sebuah kamar sewaan di lantai paling atas gedung pada 1889. Pekerjaan konstruksi bangunan itu diharapkan dimulai pada musim gugur dan akan selesai pada 2025. Namun, rencana pemerintah itu dipandang kontroversial.
Beberapa ingin bangunan itu dirobohkan agar tidak menarik minat kelompok neo-Nazi. Sejumlah lainnya menilai bahwa menghilangkan bangunan itu justru merupakan bentuk penyangkalan masa lalu Austria. Dikutip dari BBC, Minggu (28/5/2023), selama pemerintahan Nazi, rumah yang hanya ditinggali Adolf Hitler selama beberapa bulan itu, menjadi tempat keramat.
Sempat Jadi Tempat Penitipan Orang-Orang Berkebutuhan Khusus
Selama beberapa dekade, pemerintah Austria menyewa rumah tersebut dari mantan pemiliknya, Gerlinde Pommer, dalam upaya menghentikan tempat itu sebagai daya tarik bagi kelompok sayap kanan. Gedung itu kemudian digunakan oleh badan amal sebagai pusat penitipan bagi orang-orang berkebutuhan khusus hingga Pommer menghalangi upaya untuk merenovasinya.
Pada 2016, pemerintah Austria mengeluarkan undang-undang yang memungkinkan untuk menyita rumah dengan imbalan lebih dari 800.000 euro atau sekitar Rp12,8 miliar sebagai kompensasi. Tiga tahun kemudian Kementerian Dalam Negeri mengumumkan rencana untuk mengubah rumah abad ke-17 itu menjadi kantor polisi.
Austria dianeksasi oleh Nazi Jerman pada 1938, dan selama beberapa dekade menampilkan dirinya sebagai salah satu korban pertama rezim tersebut. Namun, tekanan dari luar dan diskusi politik internal memaksa Austria mempertimbangkan kembali cara mereka memandang masa lalu.
Pada 1990-an dan 2000-an, Austria akhirnya mengakui tanggung jawab kolektif atas kejahatan yang dilakukan pada masa pendudukan Nazi dan tidak lagi mempromosikan “teori korban”.